Sejarah dan asal usul lahirnya Batulayang sangat erat kaitannya dengan sejarah Kota Pontianak. Salah satu situs bersejarah yang menjelaskan keterkaitan dari hal tersebut adalah Makam Kesultanan Pontianak yang berada di Jalan Khatulistiwa Km 5 Kelurahan Batulayang. Makam kesultanan Pontianak di Batulayang merupakan aset ketiga warisan Kesultanan Pontianak setelah Istana Kadriah dan Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman. Konon ketiga lokasi ini terletak dalam garis lurus: Istana, Masjid, dan Makam, dari arah timur ke barat.
Dalam literatur sejarah tradisional yang diceritakan secara turun temurun, disebutkan bahwa pendiri Kota Pontianak, Sultan Syarif Abdurrahman, menemukan sebuah pulau di tengah sungai yang kemudian disebut sebagai Pulau Batulayang. Ketika beliau berhenti di pulau itu, di sinilah ia mulai diganggu oleh para “hantu” (kuntilanak atau pontianak, yang menjadi asal nama Kesultanan Pontianak) menurut dongeng tersebut. Akan tetapi sesungguhnya ia telah diganggu oleh para bajak laut dan perompak yang menghalangi perjalanannya memasuki muara Sungai Kapuas. Lima malam lamanya ia melawan dan menembaki para bajak laut itu sehingga akhirnya iapun berhasil mengalahkan mereka dan mendarat di tempat dimana ia mendirikan kerajaan Kesultanan Pontianak. Di tempat bersejarah dimana ia berhasil menghalau gangguan bajak laut tersebut itu pulalah ia ingin dimakamkan, yaitu yang sekarang dikenal sebagai Kompleks Makam Batulayang. Adapun dalam hal asal muasal penyebutan nama Batulayang, beberapa ada yang mengaitkan hal tersebut dengan batu-batu yang ditembakkan oleh para perompak waktu itu, yang kemudian juga dikaitkan dengan sekelompok batu berwarna kuning di lokasi Makam Batulayang yang konon selalu tumbuh dan menjadi besar.
Dari sisi politik dan pemerintahan, Batulayang bahkan telah diakui dari sejak jaman kolonial Belanda sebagai salah satu bagian dari Pontianak yang pada saat itu berstatus Stadsgemeente (dalam Bahasa Indonesia kurang lebih bisa diterjemahkan sebagai Kotamadya), yaitu pada tahun 1940 dengan Lurah pertamanya adalah Syarif Salim Al-Qadrie (menjadi Lurah hingga tahun 1986). Sejak tahun 1981 sampai dengan sekarang ini Batulayang menjadi kelurahan berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1976 tetang Pokok Pokok Pemerintahan Desa/Kelurahan.